Kahijinews – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengungkap data yang mengungkapkan bahwa guru merupakan salah satu profesi yang paling banyak terjerat dalam Pinjaman Online (Pinjol). Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Dudung Abdul Qadir, tidak memungkiri fakta ini dan menjelaskan bahwa hal tersebut tidak mengherankan mengingat tantangan yang dihadapi oleh guru-guru di Indonesia.
Dalam video yang diunggah pada tanggal 18 Agustus 2023, Dudung Abdul Qadir mengungkapkan bahwa faktor ini bisa terjadi karena jumlah guru di Indonesia yang mencapai 3 hingga 5 juta orang baik dari sekolah negeri maupun swasta. Masalah utamanya adalah rendahnya gaji, terutama bagi guru honorer yang seringkali memiliki gaji yang jauh dari harapan.
“Kedua, masih banyak guru, kurang lebih hampir 2 juta guru, pertama belum mendapatkan status, honor, jadi gajinya sangat jauh dari harapan. Banyak bahkan yang gajinya di bawah Rp1 juta, apalagi di daerah-daerah, di ibukota juga masih banyak yang baru Rp1-2 juta. Ya mereka secara finansial sangat kesulitan di era yang seperti ini,” katanya menambahkan.
Data dari OJK menunjukkan bahwa kredit macet individu terbesar dalam pinjaman online berasal dari usia 19 hingga 34 tahun, dengan nilai mencapai Rp763,65 miliar. Sedangkan, usia 35 hingga 54 tahun berada pada peringkat kedua dengan nilai Rp542,26 miliar. Dalam konteks ini, guru menjadi salah satu profesi yang paling terdampak, dengan persentase sekitar 42 persen.
Tidak hanya itu, Dudung Abdul Qadir juga menyoroti upaya PGRI dalam meningkatkan kesejahteraan guru-guru di Indonesia. Meskipun ada upaya untuk mengatasi masalah ini, masih banyak guru yang belum merasakan kesejahteraan yang layak. PGRI terus berjuang untuk mengadvokasi hak-hak guru, termasuk perlindungan dan kesejahteraan yang pantas.
Sebagai tanggapan terhadap situasi ini, Dudung Abdul Qadir menekankan bahwa PGRI terus melakukan proses pembinaan terkait pengelolaan keuangan dan memberikan dukungan kepada guru-guru untuk mengatasi kesulitan keuangan. Tantangan ini menjadi panggilan bagi pemerintah dan seluruh stakeholder pendidikan untuk bersama-sama meningkatkan kesejahteraan para pahlawan tanpa tanda jasa di dunia pendidikan.