
(Foto: Dunia Energi.com)
Jakarta, kahijinews.com – Pemerintah menghentikan sementara aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, setelah disoroti banyak publik yang mengkhawatirkan dampak kerusakan alam dan ekosistem di kawasan tersebut.
Keputusan tersebut diambil karena aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat terbukti merusak lingkungan.
Dialansir dari rmol.id, langkah pemerintah itu didukung oleh Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmudji.
“Raja Ampat dilintasi garis khatulistiwa dan memiliki keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia. Bentang laut kepala burung ini merupakan kawasan yang dilindungi,” kata Sarmudji, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (7/6/2025).
Sarmudji menilai kebijakan yang diambil pemerintah tersebut sudah tepat dan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Di dalam UU tersebut secara tegas melarang pemambanagn mineral di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil jika menimbulkan kerusakan ekologis, sosial, budaya, dan merugikan masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan asal usul pertambangan nikel di Raja Ampat yang disampaikan dalam konferensi di Jakarta.
Bahlil mengatakan, dalam lima izin usaha pertambangan (IUP) yang ada di Raja Ampat, hanya satu yang beroperasi, yaitu milik PT GAG Nikel, yang merupakan anak perusahaan dari PT Aneka Tambang Tbk. Sementara empat IUP lainnya masih dalam tahap eksplorasi.
IUP produksi PT GAG. ikel telah terbit pada 2017 dan perusahaan tersebut mulai beroperasi pada 2018. Sebelum beroperasi, PT GAG disebut sudah memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
Namun, baru-baru ini terungkap bahwa aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, mengancam kawasan konservasi laut dan ekosistem alam di wilayah tersebut.
Atas dasar tersebut, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara operasional tambang nikel di kawasan Raja Ampat dan akan mengevaluasi lebih dalam.